
Kenangan Semarang.
Wah diingatkan kembali saat memutuskan dan memberanikan diri untuk berangkat ke Solo sendirian dengan alasan ingin tau bagaimana rasanya menjadi anak rantau jilid 2, setelah sebelumnya mencoba bertahan di Jakarta.
Semingguan diijinkan tinggal di rumah teman, akhirnya lanjut ke Semarang untuk bekerja.
Memang dasarnya ga bisa diam, setiap libur pasti pergi ke Solo atau Jogja atau nyasar ke beberapa desa yang akhirnya bertemu orang-orang luar biasa.
Ada pedagang nasi kucing yang omsetnya fantastis. Kerennya, si pedagang menggunakan asas jujur percaya, jadi siapapun boleh makan apa saja dan bayar sesuai yang disebut aja. Saya tanya, nah kalau ada yang bohong gimana pak? Dengan enteng si bapak bilang, Alhamdulillah rejeki saya ga pernah ketukar. Mas-nya habis makan langsung pergi ga bayar, saya ga panggil kok. Tapi jangan tanya dimana tempatnya ya, karena saya lupa. Wong namanya juga nyasar. Hahahaha..
Ada juga keluarga petani yang ditipu puluhan juta sampai rela menjual sawahnya, tapi sedikitpun tidak menyesal karena bisa jadi itu memang bukan rejeki mereka. Keyakinan dan kegigihan tanpa putus asa, akhirnya mereka berhasil memberangkatkan salah satu anaknya bekerja ke luar negeri setelah mengikuti pendidikan di Jakarta. Nah kalau yang ini saya ingat betul dimana, karena saya sempat bermalam di rumah mereka. Hehehe..
Aahh dari banyaknya cerita, hampir semuanya bilang saya kurus cungkring sampai-sampai sering ditawarin makan.